Batu Bara, RevolusiNews — Dugaan skandal pemotongan insentif kembali mencoreng institusi pemerintah daerah. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara tahun 2023, ditemukan praktik pemotongan insentif Tenaga Kerja Sukarela (TKS) di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang mencapai angka fantastis: Rp390 juta rupiah.
Hasil audit mengungkap bahwa insentif untuk 75 orang TKS Bapenda seharusnya dibayarkan secara penuh sebesar Rp675 juta untuk tiga triwulan. Namun, berdasarkan wawancara dan bukti pembayaran, hanya Rp285 juta yang benar-benar diterima oleh para TKS. Artinya, terdapat selisih sebesar Rp390 juta, yang diduga dipotong dan diserahkan kepada Kepala Bapenda Tahun 2023.
Modus Pemalsuan SPJ
Temuan BPK menyebutkan bahwa pemotongan ini diduga disamarkan melalui modus pemalsuan Surat Pertanggungjawaban (SPJ). SPJ mencantumkan pembayaran penuh, namun kenyataannya hanya sebagian yang diterima oleh para TKS. Khusus untuk 10 orang TKS di bagian umum hanya menerima Rp1 juta per orang, dan 65 orang lainnya menerima Rp3 juta per orang per triwulan — jauh di bawah seharusnya.
Lebih memprihatinkan lagi, pengakuan langsung dari para penerima dan pihak Bendahara menguatkan indikasi pemotongan ini dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Dana hasil potongan, menurut pengakuan, diserahkan langsung kepada Kepala Bapenda Tahun 2023.
Tidak Hanya TKS: Sekretaris dan Kabid Juga Dipungut Kembali
Skema serupa juga terjadi dalam pembayaran insentif kepada Sekretaris dan para Kepala Bidang (Kabid) di Bapenda. Total dana insentif yang dibayarkan untuk Sekretaris sebesar Rp81 juta dan untuk Kabid sebesar Rp280,8 juta. Namun, hasil wawancara menunjukkan bahwa insentif tersebut dipungut kembali oleh oknum tidak bertanggung jawab. Total pungutan ulang mencapai Rp315,9 juta, yang juga disinyalir dilakukan secara terselubung dengan modus serupa: pencatatan fiktif melalui SPJ.
Laporan Terindikasi Melanggar Hukum
Praktik pemotongan dan pemungutan insentif ini tidak hanya mencoreng etika birokrasi, tetapi juga diduga melanggar hukum. Apalagi dana insentif tersebut bersumber dari anggaran resmi pemerintah daerah, yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan para pekerja.
Redaksi RevolusiNews tengah mengupayakan permintaan dokumen resmi pertanggungjawaban anggaran dan SPJ asli melalui mekanisme keterbukaan informasi publik. Hal ini penting untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab, serta mendorong langkah hukum yang tegas atas tindakan yang merugikan keuangan negara ini.