Revolusinews.id Bandung - Sejak dilantik pada 23 Desember 2024, Komisioner Komisi Informasi Jawa Barat (KI Jabar) periode 2024–2028 langsung dihadapkan pada tantangan besar: tingginya jumlah permohonan sengketa informasi publik. Hingga April 2025, jumlah register sengketa yang masuk mencapai 433 kasus, menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi dengan angka sengketa informasi publik tertinggi secara nasional.
“Jumlah ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Dibandingkan dengan provinsi lain yang umumnya hanya mencatat puluhan hingga seratusan sengketa, Jawa Barat menanggung beban paling besar,” ujar Ketua KI Jabar, Husni Farhani Mubarak, pada Rabu (30/04/2025).
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 26 Ayat 3, Komisi Informasi provinsi bertugas menerima, memeriksa, dan memutus sengketa informasi publik melalui mekanisme mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, KI Jabar menegaskan komitmennya dalam menyelesaikan seluruh perkara yang masuk. “Selama tiga bulan terakhir, sejak Februari hingga April, kami telah menyelesaikan 89 register hingga tahap putusan, 113 register dalam tahap sidang Pemeriksaan Awal (PA 1), dan 236 register lainnya sedang dalam proses untuk disidangkan,” jelas Husni.
Pernyataan ini disampaikan dalam rangka peringatan Hari Keterbukaan Informasi Nasional (HAKIN) 2025, yang tahun ini mengusung tema “Cakap Digital, Cerdas Berinformasi.” Momentum ini juga dimanfaatkan KI Jabar untuk mendorong peningkatan literasi informasi publik di kalangan Badan Publik dan masyarakat.
“Komisi Informasi tidak hanya fokus pada penyelesaian sengketa, tapi juga aktif mengedukasi melalui literasi keterbukaan informasi, khususnya dengan memanfaatkan media digital dan media sosial,” tambahnya.
Selama 17 tahun implementasi UU KIP, Badan Publik didorong untuk semakin memahami kewajiban mereka dalam membuka akses informasi terkait program, anggaran, dan kebijakan. Hal ini bertujuan menciptakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
“Keterbukaan informasi adalah indikator penting dalam keberhasilan pelayanan publik dan menjadi ciri utama dari pemerintahan demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat,” tegas Husni.
Ia juga mengingatkan bahwa Badan Publik kini memiliki perangkat digital yang memadai untuk memberikan layanan informasi secara cepat dan terbuka. “Pelayanan informasi yang baik melalui kanal digital akan meminimalkan potensi sengketa informasi di masa depan,” pungkasnya. (Red)