UCAPAN RAMADHAN

SELAMAT IDUL FITRI REVOLUSI

'Advertisement'
ADVERTISEMENT

no-style

BREAKING NEWS

Loading...

Hak Publik Dipasung, KIP Sumut Jadi Pengkhianat Rakyat! Redaksi Revolusi Laporkan ke Ombudsman RI

8/22/25, 12:37 WIB Last Updated 2025-08-22T06:03:28Z


Karawang – RevolusiNews
| Benang merah skandal dugaan korupsi di Inspektorat Kabupaten Dairi kini menyeret nama Komisi Informasi Publik (KIP) Sumatera Utara. Redaksi Media Revolusi Karawang resmi melaporkan KIP Sumut ke Ombudsman RI dengan nomor 00206/REV-NEW/LPG/VIII/2025. Laporan itu menuding para komisioner KIP Sumut melakukan maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, dan mengkhianati amanat keterbukaan informasi publik.


Awal Mula: Temuan BPK di Inspektorat Dairi


Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan pemalsuan dokumen perjalanan dinas di Inspektorat Kabupaten Dairi. Temuan tersebut menimbulkan tanda tanya besar soal transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara.


Untuk memastikan kebenaran temuan itu, Redaksi Media Revolusi Karawang mengajukan permohonan informasi publik agar bisa mengakses dokumen dan data terkait. Informasi ini penting, bukan hanya untuk kepentingan pers, tetapi juga demi hak rakyat mengetahui bagaimana uang negara dikelola.


Tembok Penghalang Bernama KIP Sumut


Alih-alih mendukung keterbukaan, KIP Sumut justru menolak permohonan informasi tersebut. Dalam perkara Register Nomor 44/KIP-SU/VII/2025, KIP Sumut mengeluarkan putusan yang dianggap diskriminatif, tidak konsisten, dan sarat kepentingan.


Fakta yang paling mencolok: dari empat register perkara dengan legal standing sama, tiga dikabulkan, sementara register keempat justru ditolak tanpa alasan hukum yang jelas. Inkonsistensi fatal ini mencederai asas persamaan di depan hukum, dan membuka dugaan adanya kepentingan tertentu yang melindungi penyimpangan di balik kasus Inspektorat Dairi.


Prosedur Ribet, Pers Dihalang-halangi


Sejak awal, KIP Sumut menutup akses informasi dengan aturan berbelit: hanya menerima permohonan langsung bertanda tangan basah, menolak pengajuan via email. Saat dibandingkan dengan KIP Jawa Barat yang lebih terbuka, KIP Sumut dengan arogan berkilah: “Sumatera Utara bukan Jawa Barat.”


Sikap ini bukan hanya diskriminatif, tapi juga penghalangan terhadap kerja pers. Padahal, Pasal 4 ayat (3) UU Pers dengan tegas menjamin kemerdekaan pers untuk mencari dan memperoleh informasi.


Membebani Publik, Mengkhianati Konstitusi


Aturan kaku KIP Sumut menambah penderitaan rakyat. Bayangkan seorang warga dari Kepulauan Nias yang harus menempuh perjalanan jauh dan biaya besar hanya untuk sekadar mendaftarkan sengketa ke Medan. Padahal, keterbukaan informasi publik seharusnya mudah, cepat, dan murah.


Redaksi menyebut tindakan KIP Sumut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Pasal 28F UUD 1945, yang menjamin hak rakyat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.


Tuntutan Tegas ke Ombudsman


Redaksi Media Revolusi Karawang mendesak Ombudsman RI untuk segera:


1. Menginvestigasi maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang oleh komisioner KIP Sumut.

2. Memberikan sanksi tegas hingga pemberhentian terhadap komisioner yang terbukti bersalah.

3. Membuat standar nasional prosedur sengketa informasi agar tidak ada lagi diskriminasi antarprovinsi.

4. Memperkuat perlindungan hak pers sesuai UU No. 40 Tahun 1999.

5. Mendesak Komisi Informasi Pusat mengevaluasi integritas dan kelayakan komisioner KIP Sumut.


Redaksi: Demokrasi Tidak Boleh Dikubur!


“Ini bukan hanya soal prosedur administrasi. Ini soal temuan BPK di Inspektorat Dairi yang seharusnya bisa diakses publik. Ketika KIP Sumut menutup akses itu, berarti mereka ikut melindungi praktik busuk dan mengkhianati rakyat,” tegas Redaksi Media Revolusi Karawang.


Skandal ini menunjukkan betapa rawannya lembaga publik yang seharusnya menjadi penjaga transparansi justru berbalik arah menjadi penghalang keterbukaan informasi. Jika dibiarkan, kepercayaan rakyat terhadap lembaga negara akan hancur.


Media Revolusi Karawang menegaskan: Hak publik tidak boleh dipasung! Menutup akses informasi sama saja mengubur demokrasi hidup-hidup.* Redaksi

Komentar

Tampilkan

Terkini

Parlementaria

+