Poto ilustrasi
Cilegon revolusiNews, 15 Agustus 2025 – Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Cilegon yang semestinya berlangsung khidmat berubah panas ketika puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Cilegon menerobos masuk ke ruang sidang, Jumat siang (15/8).
Aksi yang dipimpin Ketua HMI Cilegon Tubagus Rizki Andika itu berlangsung tepat saat DPRD mendengarkan pidato kenegaraan Presiden RI. Dengan lantang, massa mahasiswa meneriakkan slogan provokatif "Cilegon Belum Merdeka" sambil membentangkan spanduk protes.
“Di usia kemerdekaan RI ke-80, Cilegon belum benar-benar merdeka dari kemiskinan. Investasi miliaran rupiah masuk, tapi rakyat masih dijajah kemiskinan,” tegas Rizki. Ia menuding arah pembangunan di Kota Baja ini hanya menguntungkan investor, sementara masyarakat lokal tetap bergulat dengan pengangguran dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Data Kemiskinan Menampar Wajah Industri
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cilegon mencatat 3,75% penduduk atau sekitar 17.310 jiwa hidup di bawah garis kemiskinan, dengan 6.800 orang masuk kategori miskin ekstrem (Desil 1). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 6,08%, angka yang dinilai tinggi untuk kota industri yang menjadi rumah bagi ratusan pabrik besar.
Ironisnya, dua kecamatan yang justru menjadi penopang industri, Citangkil dan Pulo Merak, termasuk wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi. Bagi mahasiswa, ini menjadi bukti bahwa geliat industri di Cilegon gagal menciptakan pemerataan kesejahteraan.
Dewan Diduduki, Sidang Terhenti
Aksi HMI memaksa rapat paripurna berhenti sejenak. Petugas pengamanan internal DPRD bersama Satpol PP berupaya membubarkan massa, hingga akhirnya mahasiswa digiring keluar. Sidang pun kembali dilanjutkan, meski ketegangan masih terasa.
Tudingan Arah Pembangunan Menyimpang
HMI menilai pemerintah daerah terlalu sibuk memoles citra sebagai kota ramah investasi, tapi abai terhadap kebutuhan dasar warganya. Anggaran daerah disebut habis untuk belanja birokrasi, sementara program pengentasan kemiskinan berjalan lamban dan tidak tepat sasaran.
Program andalan seperti Jaminan Sosial Cilegon Bermartabat (JSCB) dengan nilai bantuan Rp 1 juta per warga hanya menjangkau 1.991 penerima, jauh dari angka total warga miskin. Bahkan realisasi anggaran Rp 3,6 miliar untuk program ini sebagian besar baru terealisasi untuk bantuan anak yatim.
Pemerintah Dalihkan Tanggung Jawab Kolektif
Dinas Sosial Cilegon berdalih penanganan kemiskinan adalah tanggung jawab seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), bukan hanya Dinsos. Penanggulangan kemiskinan disebut harus melibatkan Dinas Tenaga Kerja untuk menekan pengangguran, dan integrasi data melalui DTKS, P3KE, serta SIKS-NG untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Namun, bagi mahasiswa, alasan tersebut hanyalah pembenaran yang tak mengubah fakta: industri besar telah lama berdiri, tetapi rakyatnya masih terjebak di jerat kemiskinan struktural.
Pesan Mahasiswa: Merdeka Bukan Sekadar Upacara
Aksi ini menjadi tamparan keras di tengah peringatan HUT RI ke-80. HMI menegaskan, kemerdekaan sejati adalah saat rakyat bisa hidup layak, memiliki pekerjaan, dan menikmati hasil pembangunan di tanah kelahirannya.
“Kalau investasi besar hanya menguntungkan segelintir orang, maka itu bukan kemerdekaan. Itu penjajahan gaya baru,” tutup Rizki, disambut teriakan “Hidup Rakyat!” dari barisan mahasiswa.*Red