Batu Bara, Revolusinews.id -Di tengah krisis irigasi yang mengancam masa depan pertanian di Kabupaten Batu Bara, semangat gotong royong warga menjadi nyala harapan yang tak pernah padam. Ratusan masyarakat dari 12 desa di Kecamatan Air Putih secara swadaya membangun tanggul darurat dari batang kelapa dan memasang matras geosintetik untuk mengembalikan aliran air ke saluran irigasi yang lumpuh akibat sendimentasi berat.
Dengan penuh semangat, sejak pagi hingga petang, warga memulai aksi gotong royong pada Senin, 9 Juni 2025. Dimulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB, warga menancapkan batang-batang kelapa—hasil dari jerih payah mereka sendiri—di sepanjang Bendungan Tanjung Muda. Tanggul ini menjadi benteng terakhir, satu-satunya solusi darurat untuk menyelamatkan ribuan hektare sawah dari ancaman gagal tanam musim ini.
Tak hanya itu, mereka juga memasang tiga rol matras geosintetik seluas 600 meter persegi yang diisi dengan pasir. Upaya ini dilakukan untuk membantu mengarahkan kembali air ke saluran irigasi yang selama ini tersumbat akibat endapan pasir dan lumpur di Bendung Seimanggar, Desa Tanjung Muda.
#Krisis Air Sudah Berlangsung Berbulan-bulan
Krisis ini bukan terjadi dalam semalam. Selama dua hingga tiga bulan terakhir, para petani sudah mengeluh kesulitan air, tepat saat mereka seharusnya mulai menanam padi. Masalah utama terletak pada parahnya sendimentasi di aliran Sungai Siparepare—sumber utama air bagi Irigasi Perkotaan dan Irigasi Simodong yang mengairi lebih dari 6.000 hektare sawah di Kecamatan Air Putih, Sei Suka, dan Medang Deras.
Rusman Naenggolan, Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), menyampaikan keprihatinannya. “Sudah banyak petani yang membajak sawah sampai dua kali, tapi tetap tidak bisa menanam karena air tidak mengalir,” ujarnya. “Kalau ini terus berlanjut, kerugian bisa mencapai ratusan miliar rupiah.”
Sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab bersama, dari Dinas PUPR Kabupaten Batu Bara menurunkan satu unit excavator, namun untuk biaya operasional ditanggung swadaya oleh warga. “Ini sangat membantu, tapi belum menyelesaikan akar masalah,” kata Rusman.
Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra II juga turun tangan dengan melakukan pembersihan sendimen sepanjang 100 meter. Namun warga berharap, upaya ini tidak berhenti di sana.
“Kami mohon BWS dapat melakukan normalisasi hingga 7 kilometer, karena sepanjang itu aliran air sungai mengalami gangguan akibat endapan,” ujar Rusman.
#Dukungan Para Pejabat dan Tokoh Masyarakat
Kegiatan gotong royong ini juga menarik perhatian para pejabat publik. Lima anggota DPRD Kabupaten Batu Bara hadir langsung di lokasi, antara lain Rodial (PKS), Alpon Sirait (PERINDO), Heri Suhandani (PPP), Suprayitno, dan Hamdani (PAN). Mereka memberi dukungan moral dan mendorong sinergi antara warga dan pemerintah.
“Kondisi ini bisa berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat, khususnya para petani padi. Dibutuhkan solusi jangka panjang dari pemerintah provinsi dan pusat,” ujar Alpon Sirait.
Sebanyak 12 kepala desa dari daerah terdampak juga turut ambil bagian dalam kegiatan ini. Hadir pula 6 anggota Babinsa, serta Kanit Samapta IPDA Gomgom Sinaga bersama Kanit Binmas IPDA Jenrianto Naenggolan yang mengingatkan warga untuk mengutamakan keselamatan selama kegiatan berlangsung.
Tak ketinggalan, tokoh masyarakat dan pengamat bendung dari Dinas Pengairan, Amir Hamjah Panjaitan, serta Ketua LSM KCBI Kabupaten Batu Bara, Agus Sitohang, turut bergabung dalam aksi ini.
Dalam pernyataannya, Agus Sitohang menyampaikan desakan kepada pemerintah, “Saya meminta dukungan nyata dan perbaikan irigasi agar segera dilakukan oleh pihak Dinas Terkait, baik dari PUPR Provinsi Sumut maupun Kementerian Pertanian. Jangan sampai musim tanam berikutnya kembali gagal.”
#Gotong Royong yang Jadi Sumber Inspirasi
Aksi heroik masyarakat Batu Bara ini menjadi contoh nyata bahwa semangat gotong royong masih hidup dan menjadi kekuatan luar biasa. Di tengah keterbatasan dan krisis, warga tidak menunggu, tetapi bertindak—bersatu melawan ancaman gagal panen dengan tangan mereka sendiri.
Kini, harapan besar tertuju pada langkah konkret dari pemerintah, baik di tingkat daerah, provinsi, maupun pusat. Masyarakat telah menunjukkan kemauan dan kerja keras. Saatnya pihak berwenang membalasnya dengan kebijakan dan tindakan nyata demi menjamin kelangsungan hidup ribuan petani dan masa depan ketahanan pangan daerah ini.
(Mangatur Sitohang)