Revolusinews. Id, KARAWANG, - Pipik Taufik Ismail, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat sekaligus Ketua DPD PDI-P Kabupaten Karawang, menyampaikan kritik tajam terhadap surat permohonan penertiban baliho, billboard, dan spanduk yang bergambar ataupun Foto Calon Bupati Karawang sebagai Petahana yang tersebar di sejumlah titik kantor desa, kantor kecamatan, kantor lembaga pemerintah dan swasta, Sabtu(26/10/2024).
Baca Juga ( Penyembunyikan Informasi dari masyarakat Pebenarnya Melakukan **upaya pembodohan**.)
Diketahui, surat permohonan penertiban yang ditunjukan kepada Pjs. Bupati Karawang dengan Nomor : 300/1428/DPRD diterbitkan oleh Ketua Komisi I DPRD Karawang, Saepudin Zuhri, dari Fraksi Partai Gerindra pada tanggal 25 Oktober 2024.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat sekaligus Ketua DPD PDI-P Karawang Pipik Taufik Ismail atau yang biasa disapa akrab Kang Pipik mempertanyakan prosedur dan dasar surat tersebut serta menganggapnya berpotensi sebagai tindakan maladministrasi atau bahkan penyalahgunaan wewenang.
"Melihat surat ini ko saya miris ya, apalagi saya pernah menjadi pimpinan komisi I di dprd karawang. Apakah ini masuk kategori Maladministrasi, abuse of power, tapi saya sangat menyayangkan terbitnya surat ini," kata Kang Pipik
Dalam pernyataannya, Kang Pipik menekankan pentingnya menjaga etika politik, hierarki, dan administrasi, terutama mengingat posisi Komisi I seharusnya tidak langsung mengeluarkan surat kepada Penjabat (PJ) Bupati tanpa melalui pimpinan DPRD.
Menurutnya, hasil kajian komisi biasanya diserahkan kepada pimpinan dalam bentuk rekomendasi, bukan sebagai surat langsung dari komisi.
"Ketika pimpinan DPRD disposisi ke komisi, komisi menindaklanjuti, dan hasilnya diserahkan ke pimpinan DPRD sebagai hasil dari kajian komisi satu, bisa dalam bentuk rekomendasi. Bukan langsung membuat surat ke PJ Bupati, emang ketua komisi ada masalah apa dengan pimpinan dewan?," ujarnya.
"etika berpolitik, hierarki, ketentuan administrasi harusnya dijaga, dijalankan, dan yang pasti Marwah DPRD harus dijaga, janganlah pertontonkan sesuatu yang membuat publik bingung, jangan juga memperlihatkan bahwa kita tidak mengerti aturan," timpalnya.
Kemudian, Kang Pipik pun menyayangkan situasi ini, menurutnya, dapat mencerminkan ketidaktahuan akan aturan serta merusak marwah lembaga DPRD di mata publik, terutama dalam tahun politik yang penuh dengan dinamika.
"Ini tahun politik itu sangat benar, tapi segala sesuatu harus dijaga dengan baik apalagi yang bersifat ketentuan, jangan juga karena tekanan satu pihak, atau keberpihakan ke salah satu pihak harus mengesampingkan Nalar,"
"Apalagi didalam hasil RDP tidak sesuai dengan surat yang dikeluarkan. Notulensi waktu RDP dengan KPU, Bawaslu apakah benar seperti itu? Janganlah kita pertontonkan emosional sikap atas situasi politik, apalagi sekelas lembaga legislatif yang bisa bisanya Komisi memberikan rekomendasi langsung ke PJ Bupati dan pimpinan DPRD diam aja? Ayolah sahabat sahabat DPRD bersikap yang profesional dan tetap menjunjung tinggi nilai nilai yang berlaku dalam tata tertib, hierarki, ketentuan ketentuan," tambahnya.
Selain itu, Kang Pipik juga menyarankan agar koleganya, seperti Dede Anwar Hidayat, Andri Pamungkas, dan Yono Kurniawan, memberikan pandangan hukum dan administrasi terkait implikasi dari surat tersebut, agar proses dalam lembaga legislatif tetap profesional dan mengikuti tata tertib yang berlaku.
"Coba adik kami doktor hukum Dede Anwar Hidayat berikan pencerahan, sahabat kami Andri Pamungkas sebagai pemerhati kasih masukan dan bung Yono Kurniawan berikan kajian implikasi hukum dari surat ini," ungkapnya.
Lebih lanjut, Kang pipik juga menjelaskan bahwa Ketua komisi di DPRD, termasuk Ketua Komisi 1 DPRD Karawang, tidak dapat mengeluarkan surat resmi kepada pihak eksternal seperti PJ Bupati tanpa tanda tangan dari pimpinan DPRD. Hal ini disebabkan karena adanya aturan dan prinsip kerja yang mengatur kewenangan dan tata cara komunikasi formal di DPRD.
Berikut adalah alasan-alasan hukumnya:
1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD
Berdasarkan PP ini, DPRD bekerja secara kolektif kolegial. Artinya, setiap keputusan atau komunikasi yang keluar dari DPRD harus merupakan keputusan kolektif yang disahkan oleh pimpinan DPRD. PP ini juga mengatur bahwa setiap komunikasi formal yang melibatkan pihak luar, khususnya pejabat eksekutif seperti Bupati, harus melalui tanda tangan pimpinan DPRD. Dengan demikian, surat yang dikeluarkan oleh ketua komisi tanpa persetujuan atau tanda tangan dari pimpinan DPRD dianggap tidak mencerminkan posisi resmi lembaga.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam undang-undang ini, diatur bahwa DPRD bertugas untuk mengawasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah, serta mewakili kepentingan masyarakat melalui fungsi-fungsi pengawasan, penganggaran, dan pembentukan peraturan daerah. Namun, fungsi-fungsi ini harus dilaksanakan secara kelembagaan melalui pimpinan DPRD, bukan oleh individu atau komisi secara terpisah. Artinya, ketua komisi tidak memiliki kewenangan untuk bertindak sendiri atas nama DPRD tanpa seizin pimpinan.
3. Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPRD Kabupaten/Kota
Setiap DPRD memiliki tata tertib yang mengatur prosedur administratif dan tata kerja internal, termasuk dalam hal korespondensi eksternal. Biasanya, Tatib ini mewajibkan semua surat atau komunikasi resmi yang ditujukan kepada pihak eksternal, terutama yang berkaitan dengan kepala daerah, untuk ditandatangani oleh pimpinan DPRD. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komunikasi yang keluar dari DPRD memang mencerminkan sikap atau keputusan lembaga, bukan dari komisi atau individu tertentu.
4. Asas Kolektif Kolegial dalam DPRD
DPRD bekerja berdasarkan asas kolektif kolegial, yang mengharuskan setiap komisi atau anggota bekerja mewakili seluruh lembaga secara bersama-sama. Komisi-komisi di DPRD berfungsi sebagai bagian dari lembaga DPRD yang lebih besar, sehingga tindakan yang melibatkan pihak luar, seperti mengirim surat ke PJ Bupati, perlu disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan DPRD. Surat tanpa tanda tangan pimpinan dianggap tidak sah dan tidak mewakili sikap resmi DPRD.
"Oleh karena itu, berdasarkan peraturan yang berlaku, ketua komisi DPRD, termasuk Ketua Komisi 1 DPRD Karawang, tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan surat kepada PJ Bupati tanpa tanda tangan dari pimpinan DPRD. Setiap komunikasi eksternal yang mewakili DPRD sebagai lembaga harus melalui mekanisme yang disahkan oleh pimpinan DPRD, sehingga memastikan bahwa komunikasi tersebut mewakili sikap dan keputusan DPRD secara kelembagaan," tandasnya. (A.T )