Dairi, RevolusiNews.id — Pengadilan Negeri Sidikalang diduga telah melalaikan kewajiban hukumnya dengan tidak mengeksekusi putusan Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KIP Sumut) yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat. Permohonan eksekusi itu diajukan oleh PT. Media Revolusi Biro Dairi pada 15 Maret 2025, menyangkut hak atas informasi publik yang dijamin undang-undang.
Keterlambatan pengadilan dalam menjalankan putusan KIP tersebut secara nyata berdampak pada terhambatnya hak warga negara untuk memperoleh informasi publik, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 dan ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Lebih jauh, pengadilan memiliki kewenangan dan kewajiban konstitusional untuk menjalankan eksekusi berdasarkan:
Pasal 195 HIR (Herzien Inlandsch Reglement): Putusan yang berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri melalui juru sita;
Pasal 60 UU No. 14 Tahun 2008: Putusan Komisi Informasi bersifat final dan mengikat serta dapat dimintakan eksekusinya kepada pengadilan.
Namun hingga pertengahan Mei 2025, tidak ada langkah konkret dari Pengadilan Negeri Sidikalang untuk melaksanakan eksekusi. Hal ini memunculkan penilaian bahwa pengadilan mengabaikan tugas pokoknya sebagai penegak hukum dan pelindung hak-hak konstitusional warga negara.
Sengketa bermula dari permintaan dokumen publik oleh PT. Media Revolusi kepada Pemerintah Desa Ujung Teran, yang tidak digubris. Pemdes bahkan tidak menghadiri sidang KIP Sumut dan menunjukkan pembangkangan terhadap proses hukum.
Ironisnya, saat awak media mencoba konfirmasi pada Kamis, 15 Mei 2025 pukul 09.00 WIB, juru sita tidak berada di tempat dan komunikasi dengan pengadilan mengalami kebuntuan. Bahkan, nomor media diduga telah diblokir oleh pihak pengadilan.
PT. Media Revolusi menegaskan bahwa pengadilan tidak boleh diam di tengah pembangkangan terhadap hukum. Kewajiban menjalankan eksekusi bukan pilihan, melainkan tanggung jawab hukum yang melekat pada lembaga peradilan. Ketika pengadilan gagal bertindak, maka kepercayaan masyarakat terhadap keadilan turut dipertaruhkan.
Lambannya respon pengadilan menjadi preseden buruk bagi penegakan keterbukaan informasi dan memberi sinyal bahwa pembangkangan lebih berkuasa daripada hukum itu sendiri.*IB