UCAPAN RAMADHAN

SELAMAT IDUL FITRI REVOLUSI

'Advertisement'
ADVERTISEMENT

no-style

BREAKING NEWS

Loading...

Laporan Fiktif Rp5,9 Miliar ! Jadi Senjata Licik! Skandal ADD Padangsidimpuan

9/01/25, 11:06 WIB Last Updated 2025-09-01T04:06:46Z


Medan | revolusiNews
– Sidang kasus korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) Padangsidimpuan kembali menjadi sorotan publik. Terdakwa Ismail Fahmi Siregar (IFS), mantan Kepala Dinas PMD Padangsidimpuan, didakwa menilap dana negara hampir Rp5,962 miliar dengan modus yang disebut hakim sebagai salah satu praktik paling licik: laporan fiktif.


Modus Laporan Fiktif: Potongan 18% Dibungkus Administrasi


Fakta-fakta persidangan Tipikor Medan menguak pola korupsi yang sistematis. Dari 36 desa penerima ADD, setiap pencairan dana dipotong 18 persen. Uang hasil potongan disimpan di brankas Dinas PMD, lalu dialirkan melalui tangan perantara.


Untuk menutup jejak, dibuatlah laporan pertanggungjawaban yang rapi: mulai dari pelatihan, pembelian barang, hingga pembangunan fisik. Namun saksi-saksi membuktikan, banyak kegiatan itu hanya ada di atas kertas. Administrasi dijadikan senjata untuk melegalkan kejahatan.


Pengakuan Terdakwa: Uang Mengalir ke Pucuk Kekuasaan


Sidang 11–14 Agustus 2025 mengguncang ruang Tipikor. IFS mengaku bahwa sebagian uang hasil potongan diserahkan kepada mantan Wali Kota Padangsidimpuan Irsan Efendi Nasution, lewat perantara Mustapa Kamal Siregar.

Sebelumnya, saksi juga bersumpah bahwa uang dibungkus plastik hitam dan diantar dengan motor atas perintah IFS. Fakta ini mempertegas, praktik laporan fiktif bukan hanya ulah pejabat menengah, melainkan bagian dari jejaring kekuasaan kota.


Dampak Nyata: Desa Kehilangan Hak


Audit Inspektorat mencatat kerugian negara hampir Rp6 miliar. Dana yang sejatinya ditujukan untuk pembangunan desa, infrastruktur, hingga pemberdayaan masyarakat, justru menguap ke saku segelintir elit.

IFS memang sudah mengembalikan sebagian uang, lebih dari Rp5 miliar, namun publik menilai pengembalian itu tidak bisa menghapus pengkhianatan terhadap rakyat desa.


Sidang Berlarut, Publik Kecew

Agenda pembacaan tuntutan terhadap IFS terus ditunda:


  • 20 Agustus 2025 – ditunda karena JPU belum siap.kembali ditunda.
  • 28 Agustus 2025 – dijadwalkan ulang untuk pembacaan tuntutan.
  • 1 September 2025 - kembali ditunda 


Majelis Hakim yang diketuai Mohammad Yusafrihardi menyebut penundaan karena belum rampungnya surat tuntutan. Namun, bagi publik, alasan itu tidak cukup. Penundaan berulang hanya menambah kecurigaan bahwa proses hukum berisiko menjadi panggung drama, bukan ruang tegaknya keadilan.



Kasus ADD Padangsidimpuan adalah cermin rapuhnya tata kelola dana desa. Laporan fiktif menjadi topeng legal yang menutupi kejahatan nyata. Bila kasus ini hanya menjerat “pemain lapangan” tanpa menyeret aktor besar di balik layar, maka sejarah akan kembali berulang: desa dijadikan sapi perah, rakyat tetap jadi korban.


revolusiNews menegaskan, publik berhak tahu siapa saja yang ikut menikmati hasil potongan dana desa. Jangan biarkan sidang Tipikor ini berakhir sebagai formalitas. Keadilan tidak boleh ditunda, apalagi dikorbankan demi melindungi elit politik.* Red

Komentar

Tampilkan

Terkini

Parlementaria

+