UCAPAN RAMADHAN

CEO

'Advertisement'
ADVERTISEMENT

BREAKING NEWS

Loading...

no-style

*Satu Tungku Tiga Batu: Filosofi Hidup yang Menjadi Simbol Toleransi di Fakfak, Papua Barat*

Redaksi_Revolusi
5/03/25, 03:57 WIB Last Updated 2025-05-02T20:57:23Z


Revolusinews.id
FAKFAK –* Bandara Siboru di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, resmi beroperasi usai diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Menariknya, bandara ini tidak hanya hadir dengan konsep arsitektur modern, tetapi juga menonjolkan unsur kearifan lokal. Hal itu terlihat dari desain interior terminal yang dihiasi dengan motif dan corak khas Papua, mencerminkan identitas budaya setempat yang kuat dalam wajah baru transportasi udara di wilayah timur Indonesia.


Gedung utama Bandara Siboru memiliki arsitektur unik yang sarat makna. Tiga atap yang menjadi ciri khas bangunan tersebut merepresentasikan filosofi hidup masyarakat Kabupaten Fakfak, yaitu “Satu Tungku Tiga Batu”. Filosofi ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan kerukunan antarumat beragama yang telah lama mengakar di daerah tersebut. Lalu, apa makna sebenarnya dari filosofi “Satu Tungku Tiga Batu”?


Peradaban masyarakat Suku Mbaham dan Suku Matta di Kabupaten Fakfak telah sejak lama menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Berbagai literatur mencatat bahwa falsafah hidup 'Satu Tungku Tiga Batu' telah mengakar kuat dalam budaya lokal, mencerminkan semangat persatuan di tengah perbedaan. Prinsip ini menjadi landasan hidup masyarakat Fakfak, kota yang dikenal sebagai Kota Pala, dalam merawat harmoni sosial lintas suku, agama, dan budaya.


Secara filosofis, ungkapan "Satu Tungku Tiga Batu" merepresentasikan semangat persatuan dan kebersamaan dalam keberagaman. Filosofi ini menggambarkan tekad untuk hidup rukun dalam satu hati sebagai saudara, meskipun berbeda latar belakang. Secara harfiah, "Satu Tungku Tiga Batu" melambangkan tiga elemen—kau, saya, dan dia—yang meski berbeda agama, suku, maupun status sosial, tetap berada dalam satu wadah persaudaraan yang kokoh dan tak terpisahkan.


Dari sisi kehidupan sosial, filosofi "Satu Tungku Tiga Batu" mencerminkan kearifan lokal masyarakat Fakfak dalam menjaga keharmonisan hidup bersama. Ungkapan ini diambil dari tradisi memasak sehari-hari, di mana satu tungku didirikan di atas tiga batu berukuran serupa yang disusun melingkar dengan jarak yang seimbang. Ketiga batu tersebut menopang wajan atau kuali, melambangkan pentingnya keseimbangan, kesetaraan, dan kebersamaan dalam menopang kehidupan bermasyarakat.


Budayawan Fakfak, almarhum Abbas Bahambah, pernah menuturkan bahwa dalam tradisi memasak masyarakat setempat, pemilihan batu menjadi hal yang sangat penting. Batu yang digunakan harus memiliki struktur yang kuat, kokoh, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak. Setelah itu, kayu bakar disusun di antara batu-batu tersebut sebagai bahan bakar utama untuk memasak.


“Semua harus seimbang, tidak boleh ada yang timpang. Jika tidak, kuali bisa jatuh dan pecah,” ujarnya kala itu.


*Filsafat Hidup Etnis Mbaham Matta Wuh (subjudul)*


Dalam buku berjudul "Jati Diri Perempuan Fakfak" karya Ina Samosir Lefeaan dan Heppy Leunard Lelepary, diungkapkan bahwa filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” merupakan perwujudan dari filsafat hidup masyarakat etnis Mbaham Matta Wuh yang dikenal dengan ungkapan Ko, On, Kno Mi Mbi Du Qpona, yang berarti “kau, saya, dan dia adalah saudara.” Nilai luhur ini mencerminkan prinsip hidup yang menekankan kesatuan dan kebersamaan lintas perbedaan, yang secara simbolis merangkum peran penting tiga pilar utama kehidupan masyarakat Fakfak, yakni adat, agama, dan pemerintah.


*Etnis Mbaham Matta Wuh, Jejak Masyarakat Adat Tertua di Fakfak, Papua Barat* 


Etnis Mbaham Matta Wuh dikenal sebagai kelompok masyarakat adat tertua yang mendiami wilayah Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Fakfak sendiri memiliki catatan sejarah panjang dan dikenal sebagai salah satu kota tertua di Papua Barat, menjadikannya pusat penting dalam perkembangan budaya dan peradaban di kawasan tersebut.


Ko, on, kno mi mbi du Qpona atau Satu Tungku Tiga Batu artinya tungku yang berkaki tiga, bukan berkaki empat atau lima. Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari kaki rusak, maka tungku tidak dapat digunakan.


Tungku berkaki lima atau empat, meskipun salah satu kaki rusak, masih bisa digunakan dengan sedikit penyesuaian pada penempatan beban. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi tungku berkaki tiga. Ketika satu kaki tungku tersebut rusak, keseimbangannya akan terganggu. Ketiga kaki tungku yang setara tersebut melambangkan tiga pihak yang memiliki kekuatan yang sama, menciptakan kesatuan yang seimbang dan kokoh.


Makna dan filosofi 'Satu Tungku Tiga Batu' memiliki arti mendalam yang menjadi pegangan hidup masyarakat Fakfak. Awalnya, nilai ini diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga, namun sekitar tahun 1990-an, pemerintah kabupaten merumuskannya secara resmi. (*)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Parlementaria

+