Jakarta, Revolusinews.id – Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Gatot Tri Suryanta, M.Si., CSF, menjadi sorotan publik sejak dilantik pada 8 Januari 2025. Ia dinilai belum menunjukkan langkah tegas dalam memberantas aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang semakin marak dan mengkhawatirkan di wilayah Sumatera Barat, khususnya di Pasaman Barat dan Pasaman Timur.
Tambang emas ilegal yang terus beroperasi tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan serta merugikan masyarakat setempat. Sayangnya, hingga kini belum terlihat tindakan nyata dari aparat kepolisian dalam menangkap pelaku dan aktor di balik jaringan PETI tersebut.
Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BP-KPNPARI), Rahmad Sukendar, menyoroti kuatnya dugaan bahwa para pelaku PETI mendapat perlindungan dari oknum aparat, mulai dari tingkat Polres hingga Polda ujar Rahmad kepada wartawan melalui whatsapp
“Ada dua bos besar di balik tambang ilegal ini. Kami mendesak Kapolda Sumbar segera menangkap mereka. Jika tidak, kerusakan lingkungan akan semakin parah dan hukum hanya jadi formalitas,” tegas Rahmad.
Ia juga menyebut telah mengirim surat resmi kepada Kabareskrim Polri dan Kadiv Propam Polri agar segera turun tangan untuk mengusut serta menangkap para aktor intelektual PETI yang diduga dilindungi oknum dari kepolisian dan TNI.
Dampak Serius PETI: Lingkungan Rusak, Masyarakat Terancam
PETI telah menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar: penggundulan hutan, pencemaran air akibat penggunaan merkuri dan sianida, serta potensi bencana seperti longsor. Tak hanya itu, aktivitas ilegal ini juga memicu konflik horizontal antarwarga karena perebutan lahan dan hasil tambang.
Desakan Evaluasi Kinerja dan Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih
BP-KPNPARI dan masyarakat Sumatera Barat mendesak Kapolda Sumbar untuk mengevaluasi kinerja jajarannya dan segera melakukan penindakan konkret. Penegakan hukum yang tebang pilih hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Isu PETI bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tapi sudah menjadi masalah moral dan ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan hidup,” ujar Rahmad.
Publik Menanti Ketegasan Negara
Kasus PETI ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta potensi kolusi antara pelaku dan aparat. Jika dibiarkan, generasi mendatang akan menanggung kerusakan yang sulit dipulihkan. Negara dituntut hadir dan bersikap tegas, menindak siapa pun yang terlibat tanpa pandang bulu.
BP-KPNPARI juga mengonfirmasi akan segera mengajukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI untuk membahas pembiaran aparat terhadap PETI di Sumbar dan Gorontalo, serta sejumlah kasus korupsi yang masih mandek di berbagai daerah.
(Tim)