REVOLUSINEWS.ID PAPUA BARAT.FAKFAK – Minggu, 8 Juni 2025 Di tengah hiruk pikuk kota Fakfak yang terus berkembang, suara lirih seorang nenek tua mengguncang hati siapa saja yang mendengarnya. Ia bukan datang untuk membuat kerusuhan. Ia hanya ingin bertahan hidup.
Namanya Ibu Nursia, warga yang lebih dikenal dengan sapaan Nenek Aura. Dengan tubuh renta dan wajah lelah, ia berdiri di tepi Jalan Baru, tempat ia baru dua hari mencoba peruntungan menjajakan dagangan. Namun harapan itu kembali pupus. Petugas meminta lapaknya dibongkar.
Bukan amarah yang muncul. Hanya air mata dan kata-kata penuh harap.
> “Saya enggak lawan, Pak. Saya cuma mau ketemu Bupati. Biar tahu kami ini susah. Saya cuma mau kerja, cari makan, itu saja,” ucapnya terbata-bata, menahan isak, di hadapan awak media yang kebetulan hadir.
Ia mengaku, ada kabar dari seseorang yang mengaku pengelola pasar, bahwa dagang sore hari tak masalah asalkan bersih kembali saat pagi. Namun nyatanya, aturan tetap menindih, sementara solusi tak juga datang.
> “Kalau memang tidak boleh di sini, saya bongkar. Tapi tolong, kasih kami tempat. Saya enggak minta mewah. Kami cuma mau hidup,” katanya sambil menyeka air mata yang terus mengalir.
Lebih menyayat lagi, Nenek Aura menyampaikan bahwa dirinya bersama pedagang kecil lainnya sedang mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, untuk membuat gerobak yang lebih layak. Namun hujan, keterbatasan, dan larangan membuat semua itu seperti angan.
> “Kami pasang sendiri, bongkar sendiri. Tak ada yang suruh. Kami cuma mau usaha yang halal,” ujarnya lirih.
Beberapa pedagang lain ikut membenarkan kondisi itu. Mereka bukan perusuh kota, bukan pengganggu ketertiban. Mereka hanya manusia biasa yang ingin makan dan membayar utang.
> “Kami ini rakyat kecil. Tolong lihat kami, Pak Bupati. Hidup ini makin berat. Kami tidak lawan aturan. Kami cuma minta tempat,” kata salah satu pedagang, menahan tangis.
Fenomena ini bukan hanya soal satu nenek atau satu lapak kecil. Ini tentang wajah buram perjuangan rakyat kecil yang tersudut oleh sistem, tapi tak punya suara cukup nyaring untuk didengar.
Kini publik bertanya-tanya:
Apakah air mata Nenek Aura akan sampai ke ruang kerja pemimpin daerah? Atau akan mengering di jalan, bersama dagangannya yang tak lagi bisa digelar?
REPORTER RIA
REVOLUSINEWS.ID PAPUA BARAT.